Senin, 20 April 2009

Salam Kelahiran

Salam Kelahiran!
Salam kehadiran!
21 April, berkurang satu usiamu kini.
Hak nafasmu kembali diperpendek.

Bolehkah aku bertanya, berapa usiamu sekarang? 20, 25, atau 28? Ayolah, katakan padaku! Kerut wajahmu mulai terlihat. Kau tidak belia lagi.
Baiklah, bila kau ingin diam.

Tetapi, ada hal yang harus kau sadari. Kebugaran tubuhmu telah menurun. Matamu telah minus. Telingamu pun tak setajam dulu. Bila tak sengaja kau kehujanan di jalan, kau pun mudah akan terkena flu. Bila berlari, nafasmu akan cepat sekali tersengal-sengal.

Hmm, diusiamu kini, apa yang sudah kamu perbuat untuk memperbaiki diri? Bekerja dan mandiri?

Aktifitasmu kulihat monoton. Pagi tergagap bangun dan bersiap menuju kantor. Bersapa dengan teman-temanmu dan berbicara apa-apa yang kau kini perlu. Bermanfaat atau tidak kau sendiri yang tahu. Pulang sore hari atau malam jika kau lembur. Setelah itu, kau terkapar di kamarmu dengan capek badan menyelimuti. Istirahat dan terlelap mimpi yang kadang datang, kadang tidak. Besok bangun dan tergesa untuk bekerja kembali.

Begitukah kehidupan yang akan kau bangun? Begitusajakah hari-harimu dilalaui? Bagaimana dengan rencanamu dimasa depan? Di mana kedudukanmu sebagai anak manusia, apakah kau memikirkan mereka yang menengadah hati yang memerlukan bantuan? Apakah kau pernah merasa bermanfaat bagi orang lain? Bantuan apa yang pernah kau berikan, seberapa besar kau meringankan beban orang yang terhimpit? Oh, jangan-jangan kau tidak pernah. Mengajarkan ilmu agama sekali pun tidak, karena aku tahu kau tidak banyak tahu tentang agama. Masa kecilmu jauh dari pembelajaran. Kini pun kau sedikit sadar langkahmu untuk mengejarnya selalu tersedat oleh rasa malas dan lelah yang sering hinggap.

Ingatlah, sebaik-baik diri adalah mereka yang besar manfaatnya bagi orang lain. Bukankah kau sering mendengar tentang pengakuan seseorang yang mengatakan bahwa ia akan merasa begitu bahagia bila berbagi? Tidakkah kau ingin melakukannya? Sepertinya kau sibuk memikirkan diri sendiri.

Ah, kau menggeleng, tapi baiklah, katakan padaku apa yang pernah atau sedang kau lakukan untuk memperbaiki diri. Diam? Ya, aku tahu, kau anak pemalu yang selalu segan untuk mengatakan.

Salam kehadiran!
Dimalam ini seharusnya kau merenung, berintrospeksi, menilai atau sekedar membayangkan tentang hal-hal menarik dalam hidup yang telah kau lalui untuk kemudian kau ulang, membayangkan hal-hal memalukan yang pernah kau lakukan dan bertekad untuk memperbaiki. Alasan apa yang menyebabkan kau harus hidup di dunia ini? Alasan apa yang menyebabkan kau tidak pernah mengalami heroisme? Walau akau tahu kau berpotensi untuk menjadi anak yang bebal!

Met ulang tahun!
Aku bingung harus mengucapkan apa yang tepat untuk ini. Selamat berbahagia atau selamat panjang umur. Hanya saja kedua kata itu tak cocok untuk diucapkan. Mengapa? Karena aku melihat wajahmu tidak seterang yang kau ingin. Tapi, setidaknya bersyukurlah! Tuhan telah memberimu waktu sekian tahun dengan gratis! Kau tak perlu menyewanya! Seperti kontrakanmu di situ yang harus kau bayar tiap bulan.

Sahabatku, berapa kali kau pernah mengeluh tentang rezeki yang kau terima, tentang keinginanmu yang tak juga terlaksana, tentang waktumu untuk bisa bergandengan tangan menggenapkan separuh dien, atau tentang impianmu yang tak seberuntung orang-orang yang kau lihat.

Jangan begitu, kawan! Tumbuhkanlah rasa syukurmu yang terlalu jarang lewat di hatimu, suburkanlah rasa syukur itu menjadi sebuah pohon yang menjulang dan terlihat. Jangan terlalu banyak menuntut dan berambisi pada sesuatu yang belum pernah kau usahakan atau sesuatu yang memang di luar kemampuanmu. Kau sadar bukan? Keterbatasanmu begitu banyak.

21 April, beberapa tahun yang lalu, ibu yang kau cintai melahirkanmu. Ucapkanlah terimakasih apadanya! Walau mungkin beliau saat ini tidak ingat bahwa kamu sebagai anaknya sedang berulang tahun. Ibumu mempunyai kesibukan sendiri, maka ucapkanlah terimakasih padanya jika kau ingin. Tetapi, jangan paksakan diri, karena ini akan mengagetkan beliau. Bukankah sebelumnya dia tidak pernah mengucapkan kata itu? Ya, aku tahu. Ucapan selamat ulang tahun seorang ibu hanya dipunyai oleh mereka yang tahu tentang isyarat kualitas komunikasi verbal. Sedang, kau, kau berasal dari sebuah keluarga sederhan. Bahkan, ternayat ibumu dapat mengingati hari kelahiranmu sebelum menuliskan akte kelahiran adalah sesuatu yang mengejutkan.

Biasanya orang tua dalam keluargamu banyak yang lupa kapan anaknya lahir. Mereka tidak akrab kalender. Yang mereka ingat biasanya kelahiran Jawa: Sening Pahing, Selasa Wage, Jumat Kliwon, dan sebaginya. Tapi, lupakanlah hal ini. sepertinya tidak penting.

21 April tahun ini, bertepatan dengan hari Kartini. Semoga berkah untuk hari esok yang akan kau lalui.

Tunggu, sepertinya kau ingin mengatakan sebuah harapan, katakanlah dihari yang baik ini, teman, katakanlah!

***

Oke, sebelumnya aku sampaikan terimakasih karena kau mengingat hari kelahiranku dan memberi sekedar ucapan. Tak banyak yang melakukan itu, dalam hal ini kau hanya memiliki sedikit teman.

Tentu, sebagai seorang anak manusia, aku punya pengharapan, keinginan, kekarepan, klangenan, dan apalah istilahnya. Tapi, maaf, tak akan satu pun keinginanku yang akan kukatakan padamu. Apabila pernah aku mengatakan, itu berarti keinginanku yang sepele, yang tak begitu akau pikirkan. Dengan kata lain, keinginanku yang serius akan aku simpan sebagai milik pribadi yang bersifat privacy. Kau tak berhak untuk mengetahui. Kau mengenalku, tapi kau tak mengerti isi kedalamanku. Begitu juga dengan kehendakku. Apa pun yang kulakukan adalah sebulat-bulat apa yang memang aku lakukan. Kau tak perlu banyak bicara, tak perlu banyak menilai, apalagi menuntunku ke sebuah jalan.

Kesalahan manusia adalah lumrah, kelemahan manusia memang harus ada agar ia lebih tersadar diciptakan sebagai manusia yang tidak sempurna. Justru kesempurnaanku ada karena ketidaksempurnaanku.

Kuminta, biarlah semua menjadi rahasia waktuku. Bukankah semua orang menyimpan sebuah rahasia?

Biarlah aku melangkah dengan menurut bekal sebanyak yang aku miliki. Hanya saja aku ingin kau tahu, bekal itu selalu aku tambah, dengan cepat menumpuk atau pelan, sebutir demi sebutir.
Karena setiap manusia menginginkan kebahagiaan, baik di kehidupan yang pertama maupun di kehidupan berikutnya.

Terimakasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar